Friday, December 14, 2007
KONSUMEN, e-COMMERCE, DAN PERMASALAHANNYA
e-Commerce pada dasarnya adalah kegiatan transaksi perdagangan melalui media elektronik. Dampaknya yang signifikan adalah tersingkirnya jejak kertas yang sebelumnya merupakan bagian tak terpisahkan dari transaksi tradisional. e-Commerce juga kerap dipahami sebagai kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pelaku usaha di dunia maya untuk menjangkau konsumen akhir, atau dilakukan oleh suatu kegiatan usaha untuk melakukan suatu transaksi dengan kegiatan usaha lainnya. Dalam pengertian sempit, e-commerce bisa diartikan sebagai setiap kegiatan perdagangan yang transaksinya terjadi seluruh atau sebagian di dunia maya, misalnya: Penjualan barang dan jasa melalui Internet; Periklanan secara online; Pembayaran dan pemesanan secara online; Portal; Acces Provision; Tendering; Pemasaran; Disintermediation in supply chain;dan sebagainya. Jenis-jenis kegiatan dalam e-commerce dibedakan menjadi: Business to Business (B2B), yaitu kegiatan bisnis yang terjadi antar perusahaan atau produsen; Business to Consumer (B2C), yang terjadi pada pelelangan, perusahaan penjual jasa dan perusahaan retail online; Consumer to Business (C2B), yaitu kegiatan bisnis yang terjadi di antara konsumen dan produsen; Government to Business (G2B), yaitu kegiatan bisnis yang terjadi di antara pemerintah dan pengusaha; Government to Consumer (G2C), yaitu kegiatan bisnis yang terjadi di antara pemerintah dan konsumen. Dari berbagai jenis kegiatan e-commerce ini kemudian timbul dua jenis konsumen berdasarkan bentuknya, yaitu: Konsumen individual, yang lebih banyak diperhatikan oleh media; dan Konsumen organisasi, yang sebetulnya paling banyak melakukan kegiatan bisnis di Internet. Konsumen organisasi terdiri dari pemerintah, perusahaan swasta, resellers, organisasi publik. Biasanya konsumen yang berbentuk organisasi ini tidak semata-mata bertindak konsumtif sebagaimana layaknya konsumen akhir. Konsumsi dilakukan untuk membuat produk baru maupun melakukan modifikasi. Selain berdasarkan bentuknya, konsumen e-commerce dapat juga dibedakan berdasarkan perilaku konsumsinya, sebagai berikut: Impulsive Buyers: Konsumen yang ingin cepat-cepat membeli, cenderung gegabah dalam mengkonsumsi produk yang ditawarkan; Patient Buyers: Konsumen yang teliti melakukan komparasi harga dan menganalisa produk yang ditawarkan; dan Window Shoppers: Konsumen yang sekedar browsing atau surfing saja. B2C, Sorotan Utama Masalah Perlindungan Konsumen dalam E-commerce Dalam hukum perlindungan konsumen, aspek yang paling banyak mendapatkan penekanan adalah hubungan antara produsen dengan konsumen akhir (end-user). Sejalan dengan itu, dalam e-commerce pun yang kini banyak disoroti adalah permasalahan hukum dalam B2C. Ide-ide yang mendasari konsep B2C dalam e-commerce adalah: menyingkirkan perantara; penghematan biaya; dan kemudahan. Secara teoritis, keuntungan akan lebih mudah diraih melalui model B2C ini, karena: Biaya tidak tumbuh secara proporsional dengan pertumbuhan bisnis, dalam arti pertumbuhan bisnis niscaya akan lebih pesat daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk itu; Kebutuhan akan modal kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan kasus bisnis konvensional; sehingga Harga pun dapat ditekan menjadi lebih murah. Dalam perkembangan implementasi model B2C sejauh ini, tercatat terjadinya peningkatan pesat. Pada tahun 1997 volume transaksi yang dilakukan hanya sebesar USD 5 milyar. Pada tahun 2000, angka tersebut telah membengkak sampai USD 70 milyar. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 (UUPK). Undang-undang ini telah disahkan pada tanggal 20 April 1999, sekalipun baru berlaku setahun kemudian. Namun, setelah satu semester diberlakukannya UUPK, masih banyak masyarakat konsumen yang bahkan belum pernah mendengar tentang keberadaan UUPK. Dapat dipahami apabila masih banyak lapisan masyarakat Indonesia belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai hak-haknya sebagai konsumen. Pengertian dari Perlindungan Konsumen dalam UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Namun demikian, perkembangan tekhnologi informasi yang begitu cepat dewasa ini, yang menjadi lantaran maraknya aktivitas B2C di seluruh dunia tanpa terkecuali Indonesia, menimbulkan satu pertanyaan besar: Apakah UUPK mampu menjamin perlindungan yang memadai bagi konsumen Indonesia dalam skema B2C? Beberapa Permasalahan B2C dalam Kaitannya dengan Perlindungan Konsumen Permasalahan utama berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam B2C adalah keamanan. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala dalam menjaga kerahasiaan transaksi (confidentiality). Kerahasiaan transaksi di dalam internet kurang terjamin, terutama karena Internet merupakan jaringan publik yang dapat diakses oleh setiap orang yang yang terhubung dengannya. Data atau informasi yang lalu-lalang di Internet ibarat kartu pos yang tidak ada amplopnya. Menjaga keutuhan transaksi (integrity) adalah juga permasalahan penting dalam hal ini. Dapat saja setiap orang, dengan ketrampilan memadai mengubah data dalam komputer dengan mudah tanpa meninggalkan jejak. Selain dari kedua masalah yang disebutkan di atas, terdapat juga dua masalah keamanan lainnya. Adalah sulit menentukan dan memastikan status subyek hukum, dalam hal ini keautentikan dan kewenangan (authentication and authorization) dari para pihak yang terlibat, baik pihak konsumen maupun produsen. Pembuktian mengenai asal data atau informasi menjadi masalah yang cukup pelik juga, sehingga memunculkan prinsip non-repudiation of origin. Sekalipun masalah-masalah tersebut dapat diatasi secara teknis, namun demikian perumusan konstruksi perlindungan hukumnya tidak akan sesederhana itu. Kegiatan transaksi bisnis, interaksi antara produsen dengan konsumen, adalah fenomena yang dapat diasumsikan akan terus berlangsung dan langgeng. Inovasi teknologi, dalam hal ini pengamanan jaringan dan informasi akan terus pula berganti-ganti, sejalan dengan semakin canggihnya upaya untuk menggagalkannya.
Labels:
E-Bussiness
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment